Sabtu, 28 April 2012

sidikalang

Sidikalang, Dairi

Kebetulan minggu lalu “berkunjung” ke Sumatera Utara, tepatnya ke Kota Sidikalang, Kabupaten Dairi. Untuk menempuh Kota Sidikalang dibutuhkan waktu + 5 jam dari Kota Medan, what a great trip to take. Sebelum berangkat kita pusing-pusing kota Medan, terlebih dahulu. Suasana Kota Medan, kurang lebih mirip Jakarta, hanya kendaraannya tidak sepadat Jakarta, tapi panasnya melebihi Jakarta. Entah memang lagi panas, atau suhunya seperti itu. Selagi pusing-pusing kota Medan, saya banyak menemui suara kicau burung di bangunan2 tinggi, ternyata bangunan itu adalah sarang Burung Walet, dan kicaunya guna mengundang Walet agar singgah ke bangunan tersebut.

Komplek Sarang Burung Walet. Jl. Mesjid Medan, Kota Medan
Selepas Ashar, kemudian kita beranjak ke Sidikalang. Perjalanan menuju Sidikalang mengambil rute melalui Brastagi. Suasana menuju Brastagi kurang lebih seperti menuju Bogor ke arah Puncak, Jawa Barat. Tentunya suasananya tidak lagi panas, melainkan sejuk meski kabut belum menyelimuti (halah:D ). Jalur dua arah meliuk-liuk ditambah pemandangan hutan pinus mengurangi rasa eneg saya dalam perjalanan:D. Setelah melewati kota Brastagi, kita memasuki Kaban Jahe dan setelah melalui Kaban Jahe dan melawati pintu masuk Danau Toba Silalahi. Tidak lama berselang kembali memasuki jalan berliuk2, dan kami beristirahat di warung kopi. Kalau tidak salah waktu sudah setengah 7, tapi suasana belum gelap kalau di Jakarta kira2 sekitar jam setengah 6an namun kabut sudah turun. Kata teman saya, kalau tidak turun kabut pemandangan Danau Toba Silalahi bisa kelihatan dari warung kopi tempat kita istirahat. Setelah minum kopi dan makan telur bebek warna putih yang di rebus (nah makan telurnya pake lada+kecap asin, yummy) kita memutuskan jalan lagi. Jadi mau makan telor :D .
Pemandangan Kota Brastagi
Jalur Brastagi-Kaban Jahe
Danau Toba Silalahi
Di Warung Kopi Yang Jualan Telor Bebek Putih
Perlajalanan selanjutnya kita memasuki hutan pinus, jalannya tetap berliuk2. Tidak lama berselang kita melewati Taman Wisata Iman. Ini merupakan salah satu objek pariwisata yang dimiliki Kabupaten Dairi. Letak Taman Wisata Ini berada di atas bukit, dan tetap dikelilingi hutan. Tidak lama berselang jalanan sudah gelap dan hape tidak mendapatkan sinyal, semua operator bow. Penerangan hanya memanfaatkan lampu kendaraan, dan jarak pandang + hanya 1 meter jadi jalannya pelan2. Kondisi aspal juga tidak terlalu bagus, sehingga si pengemudi harus pintar2 mengendarai mobil ditambah penerangan yang minim jadi ekstra hati-hati. Selama itu pula kami melawati beberapa jembatan, dan seperti biasa klakson tiga kali sebelum memasuki jembatan. Mitos yang berkembang hampir di pelosok Indonesia, klakson tiga kali ketika memasuki jembatan sebagai permisi atau “numpang lewat”. Yah, percaya ga percaya.
Setelah kurang lebih setengah jam, kami melihat beberapa rumah yang menandakan sudah “ada kehidupan”  . Keadaan sekitar seperti pemukiman pedesaan pada umumnya, jalur terdiri hanya dua arah, di sekitar kanan kiri terdiri dari pemukiman warga. Hampir tiap rumah disini memiliki parabola, karna maklum pemukiman warga berada di balik bukit jadi untuk mendapatkan siaran lokal saja warga membutuhkan parabola untuk dapat menonton siaran TV. Guyon teman saya, “disini, kalau rumahnya tidak ada parabola, TV hanya jadi pajangan saja bang”. Selama perjalanan di kawasan ini kita melewati 1 pom bensin, dan itu juga sudah tutup tapi kami melihat banyak warga menjual bensin eceran. Bahkan satu rumah di depan pom bensin yang sudah tutup menjual bensin eceran. Kata teman saya harga bensin eceran Rp. 5000, meski di balik bukit harganya normal ya.
Tidak lama kemudian kita sampai di kota Sidikalang, dan sebelumnya mampir ke kantor perwakilan. Kota Sidikalang terdiri pusat perdagangan wilayah sekitar, kotanya sendiri tidak begitu besar. Seperti kota pada umumnya, kota ini juga memiliki alun-alun (sayang tidak sempat mengabadikan), dan sisanya kantor perkantoran pemerintahan dan ruko-ruko, Bank, rental komputer, hotel, kedai makan, terminal, dll. Hasil pusing-pusing dikota ini, kita hanya melihat 2 hotel. gelap.jpgYang satu agak besar dan yang satunya biasa saja. Karna alasan jarak, kita memilih yang tidak begitu jauh dengan kantor perwakilan. Hawa kota ini sangat sejuk, kalau Anda pernah ke Ciwidey, Bandung, nah kurang lebih suhu dinginnya hampir sama seperti disana. Luar biasa dinginnya. Selama 4 hari disini, 2 kali saya mengalami pemadaman lampu bergilir, setiap pemadaman kurang lebih 3 jam’an. Untungnya meski secara geografis tempat ini berada di pedalaman, tempat ini masih terjangkau internet. Secara telpon bisa masuk, jadi tempat saya ini menggunakan linenya telkom, ya speedy gitu deh. Meski begitu speedynya lumayan kenceng, saya sempat remote2an via hamachi dengan kantor pusat. Secara blm make VPN2an gitu loh  , jadi hamachi2an aza. Di hari terakhir, kita siap2 pulang dari pagi hari karna ada urusan ke Pematang Siantar. Jarak tempuh ke Pematang Siantar sekitar 3 jam’an, dan sekitar jam 11 kita sudah sampai di kota Siantar. Tidak seperti Dairi, Siantar sudah termasuk kota besar. Terlihat banyak Bank-Bank pemerintah dan swasta disini, juga sudah banyak warnet terlihat. Setelah menyempatkan sholat Djuhur disalah satu Masjid yang indah namun sayang tidak tahu namanya, kita cari tempat makan dan kemudian menuju Kota Medan dan sampai Polonia jam 6′an dan langsung siap2 ke Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar